Ke Bandung lalu ingin menemukan hotel yang megah berkelas dengan lokasi terbaik? eL Hotel bisa jadi jawaban yang tepat. Saya dan suami menginap semalam di sini di awal Juni 2024 sembari menikmati malam mingguan di seputaran eL Hotel
Tadinya suami ada acara kantor di seputaran Lembang, tapi entah kenapa tetiba dia malas pergi. Kalau gak salah karena waktu itu arah ke Lembang blusukan (di mana acara berlangsung) macet total hingga akhirnya menyerah karena memikirkan arus bolak -baliknya. Akhirnya suami mengajak saya makan siang aja. Setelah itu baru menuju ke eL Hotel di Jl. Merdeka untuk leyeh-leyeh sebelum malam mingguan di seputaran kawasan hotel.
Jadilah akhirnya kami meluncur ke Pasar Cihapit untuk makan pagi yang kesiangan, keliling di dalam dan di luar pasar sepuasnya baru setelah itu menuju eL Hotel di Jl. Merdeka.
Baca Juga : Pasar Cihapit. Surga Kuliner Tersembunyi di Kota Bandung
Hotel Megah yang Mengesankan
Sejak meninggalkan Pasar Cihapit dan dalam perjalanan menuju eL Hotel, saya tak henti berkicau di dalam mobil. Kunjungan ke Pasar Cihapit benar-benar telah meninggalkan kesan yang begitu berarti buat saya. Meskipun pada dasarnya saya tidak begitu suka semriwingnya pasar tradisional, nyatanya nongkrong di salah satu kedai ramen di dalam pasarnya sangat entertaining bagi saya pribadi. Apalagi ternyata, Rama Ramen, kedai ramen yang saya sambangi, berhasil menyajikan ramen lezat yang hingga kini bikin saya kangen (banget) untuk kembali.
Tak butuh waktu lama bagi kami untuk menggapai eL Hotel karena kebetulan arus lalu lintas ternyata lumayan lowong. Yang bikin cukup makan waktu justru saat harus antri masuk ke dalam hotel dan barisan proses check in. Saat kami datang ternyata eL Hotel sedang menjadi host event besar dan sebuah pernikahan yang cukup mewah. Hal ini sempat saya intip saat saya iseng menuju ballroom yang sudah dihias sedemikian megahnya.
Saya memutuskan untuk turun mobil duluan sementara suami berjuang mencari tempat parkir. Meski hanya koper kecil, bell boy nya cukup sigap membantu. Karena melihat barisan tamu yang juga akan check-in dan sambil menunggu suami, saya mengisi waktu dengan menebarkan pandangan ke setiap sudut lobby yang dari awal masuk tadi sudah begitu mengesankan netra.
Ceiling yang menjulang mengantarkan sepasang tangga berlantaikan karpet bunga-bunga menuju ke lantai 2. Saking tinggi tangganya kepala saya harus mendongak. Tangga ini tampak sangat mencuri perhatian karena berada persis di depan pintu masuk utama. Dihiasi dengan tanaman hidup dan backdrop dengan signage nama hotel di titik tertinggi, vibes lobby eL Hotel terkesan sungguh megah. Apalagi kemudian dilengkapi dengan kehadiran marmer putih berpadu hitam yang meninggalkan kesan elegan di hampir setiap sudut.
Arsitektur megah yang sangat mengesankan.
Di samping kiri pintu masuk, tak jauh dari tangga ini, ada sederetan toko dan kantor. Kemudian ada sebuah mini market dan sebuah resto dengan rancang ruang yang sangat cantik di lantai dasar. Dudukannya banyak, berderet rapi, dan tampak nyaman jadi tempat nongkrong sembari ngobrol dan ngopi. Bisa kali sekalian pesan makanan instan dari mini marketnya lalu duduk-duduk di sana.
Mini marketnya sendiri cukup lengkap. Banyak tawaran camilan (snacks, kue, roti), minuman, makanan instan, dan perlengkapan atau kebutuhan sehari-hari. Saya menyusur rak demi rak dan menemukan camilan yang asik banget buat di kamar. Seneng deh kalau ada mini market seperti ini di hotel bintang 4. Rasanya pengen jajan terus (noraknya kumat). Dan eh ternyata di sini juga ada aneka ice cream, segala macam teh dan kopi. Bener kan. Beli aja camilan dan minuman di mini marketnya terus duduk deh di cafe sebelahnya. Nemuin tamu atau saudara yang datang juga pasti seru di sini.
Baca Juga : Jejak-Jejak Literasi di Pasar Buku Palasari Bandung
Melihat antrian kedatangan tamu mulai lowong, saya mendekat ke arah meja panjang receptionist. Berbeda dengan kemegahan yang baru saja saya nikmati, ruang kerja para penerima tamu ini sangat sederhana. Bahkan mejanya pun terkesan biasa aja. Yang justru bikin menarik perhatian adalah sederetan wayang golek yang berada di belakang meja reception ini. Wayang golek khas Jawa Barat, si Cepot dan teman-temannya, yang menurut info petugas berjumlah 100 buah.
Persis di sekelilingnya ada beberapa sofa untuk menunggu dan sebuah kolam kecil berisikan banyak ikan koi dengan dudukan melantai yang menyanggah beberapa peralatan gamelan. Sore hari saat saya dan suami hendak berjalan keluar hotel, ada tiga orang pemain gamelan yang sedang beratraksi. Duh, saya suka banget dengar suara gamelan khas daerah, dari mana pun itu. Perpaduan suara bonang, saron, jenglong, gong, dan suling, begitu mendayu mengisi ruang luas yang ada di lobby eL Hotel. Saya merasa benar-benar disambut oleh nuansa khas Jawa Barat seperti halnya saat memasuki beberapa restoran Sunda yang bertebaran di banyak tempat.
Usai menyelesaikan registrasi, salah seorang petugas memberikan arahan agar kami terus berjalan ke arah kiri bangunan, mentok, sampai ketemu lift yang akan membawa saya ke kamar yang sudah dipesan. Bagian ini ternyata adalah bangunan baru dengan kamar-kamar baru. Can’t hardly wait though.
Sepanjang kaki melangkah saya melewati Lobby Lounge yang mewah dan begitu mengesankan. Ruangannya panjang dengan langit-langit super tinggi dan sederetan chandelier grande di beberapa titik. Saat pulang dari malam mingguan di Braga, saya tak henti berdecak kagum melihat efek cahaya yang terbentang sepanjang Lobby Lounge ini. Meja-meja dan sofa bertebaran dengan begitu indah dan terlihat nyaman di atas bentangan karpet yang tebal dan empuk. Berseberangan dengan Lobby Lounge ini ada sebuah booth khusus yang berhiaskan gambar-gambar berkombinasi instalasi seni yang menampilkan deretan botol liquor, gentong kayu, dan semua elemen yang menyempurnakan area kecil ini.
In a while, saya sempat memperhatikan details yang dihadirkan. Unik sih. Ada sentuhan 3D yang coba menghubungkan antara sebuah botol minuman yang mengalir ke dalam cangkir. Keren sih. Tapi saya lebih suka jika space khusus ini disediakan untuk produk kebanggaan provinsi Jawa Barat. Produk wastra mungkin atau kerajinan kulit, bisa juga aneka makanan kering yang sudah menjadi ciri khas atau jawara se tanah air. Mengajak UMKM unggulan dari provinsi Jawa Barat sepertinya ide yang cukup baik. Dengan lahan seluas itu, bisalah menampung sekitar 3-4 UMKM yang bisa hadir dengan keunikan masing-masing. Bisa kali bekerja sama dengan Dekranasda Jawa Barat. Keren kah jika produk asli daerah bisa ditampilkan di eL Hotel. Akomodasi bintang 4 di Bandung yang punya nama mentereng.
Yok sekarang menuju kamar tipe Lembong Deluxe Room yang sudah dipesan suami.
Baca Juga : Terjebak dalam Kekaguman di Masjid Raya Al-Jabar Bandung
Lembong Deluxe Room yang Saya Tempati
Kelelahan saya dan suami terbayarkan saat membuka pintu Lembong Deluxe Room yang sudah dipesan seminggu yang lalu. Pendingin ruangan tampak sudah dinyalakan. Saya langsung merasakan adem di seluruh tubuh dan hati. Saya dan suami pun melangkah berhamburan menuju sofa panjang yang diletakkan di dekat jendela.
Setelah sekian jam beradu dengan udara panas, terutama saat berada di Pasar Cihapit, akhirnya saya bisa gegoleran di dalam ruangan yang kenyamanannya saya sukai. Kamar seluas 25m2 ini sudah meninggalkan kesan pertama yang asik banget.
Menuruti standard kebiasaan, datang dari luar apalagi dengan kondisi berkeringat, saya biasanya disiplin membersihkan diri, mandi, dan mengenakan pakaian rumah. Tidak menyentuh tempat tidur sebelum bebersih diri. Jadi saat saya menghantam tubuh di atas kasur eL Hotel yang super duper empuk, badan rasanya menemukan tempat berlabuh yang pas. Perintah mandi pun saya sampaikan ke suami yang tampak menyeret-nyeret kaki untuk ke kamar mandi.
Rampung semua, kami pun merajut mata, tidur dengan nyenyaknya hingga menjelang maghrib.
Bisa tidur nyenyak dengan suhu kamar yang senyaman itu, adalah salah satu identifikasi bahwa banyak unsur di kamar ini yang menyempurnakan rasa. Warna senada yang menempel di furniture, dekorasi, gorden, hingga keramik dan perlengkapannya di kamar mandi, sungguh menyatu. Warna lantai parkit berkombinasi begitu apik dengan abu-abu dan turunannya. Memberikan kesan luas dan lapang serta tidak melelahkan mata.
Kelengkapan lainnya juga hadir dengan kondisi baik dan fungsional.
Sejujurnya, habis mandi dan sempat tidur tadi, bikin saya segan untuk keluar lagi. Tapi naga-naga peliharaan di lambung, sudah sedari tadi jejeritan minta dikasih makan. Dan kami pun ingin sekali-sekali malam mingguan berdua sambil jalan kaki. Apalagi langit terlihat begitu cerah.
Sarapan yang Hiruk Pikuk
Sejak check-in di hari sebelumnya dengan antrian yang lumayan panjang, saya sudah menduga bahwa occupancy rate di weekend tersebut pasti lumayan tinggi. Apalagi saat pulang dari jalan-jalan saya melihat barisan parkiran mobil yang mepet satu sama lain. Tim security pun terlihat lebih banyak, bersiap di banyak sisi hotel. Apalagi kemudian saya melihat beberapa kerumunan orang di lobby dan area sekitarnya meski waktu sudah beranjak pekat.
Hal ini saya sampaikan kepada suami yang kemudian memutuskan untuk sarapan lebih pagi.
Tapi begitu sampai di lantai dasar dan berada di depan Pakuan Cafe, ternyata banyak tamu yang sudah memenuhi ruangan. Kepadatan tamu jelas terlihat bahkan dari pintu masuk resto/cafe. Petugas di depan pintu kemudian menganjurkan kami untuk sarapan di sebuah function room yang berada tak jauh dari lift yang kami gunakan. Ruangan ini ternyata dialihfungsikan sementara sebagai tempat sarapan karena banyaknya jumlah tamu.
Awalnya saya dan suami ingin melangkah ke sana tapi mendadak ada serombongan tamu (sepertinya keluarga besar) yang keluar. Jadilah beberapa petugas bersegera membersihkan satu meja kecil untuk kami berdua. Keputusan untuk tetap sarapan di cafe ini belakangan kemudian cukup saya sesalkan karena pergerakan petugas untuk mengisi kembali sajian tidak secepat ligatnya para tamu mengambil asupan. Jadi seringkali saya melihat wadah masakan itu sempat kosong beberapa waktu. Dan ini sering banget terjadi saat jumlah tamu sedemikian banyaknya.
Saya dan suami sempat menunggu sekian menit agar asupan yang kami incar terisi kembali. Kami memutuskan untuk langsung mengambil beberapa sebagai menu full yang harus dihabiskan langsung karena jika mondar-mandir sepertinya akan menambah suasana sesak di dalam cafe/resto.
Yang kami ambil standard aja. Nasi, omelette, sedikit gorengan, salad, bubur beserta condiment nya. Semuanya hadir dengan rasa yang enak. Sebenarnya ada beberapa masakan berkuah santan yang tampak menyelerakan. Apalagi kemudian saya melihat ada satu slot khusus aneka sambal dengan potongan tomat dan jeruk nipis. Menggoda banget sebenarnya. Tapi saya dan suami, biasanya menghindar dari jenis masakan ini jika dalam perjalanan atau akan menempuh perjalanan jauh,. Jadi mending cari yang aman-aman saja di lambung.
Saya sempat mengambil dessert berupa puding dalam berbagai rasa dan buah. Pudingnya jempolan deh. Pas dengan selera saya yang berusaha mengurangi asupan gula. Ada rasa vanilla, coklat, dan mangga yang terhidang di loyang yang cukup besar. Ini juga saya lirik cepat sekali habis. Karena letak meja untuk puding ini sangat dekat dengan meja saya, selama duduk saya bisa melihat puding ini bolak-balik terisi sebanyak tiga kali. Laris banget tampaknya.
Begitu pun dengan sirup buah (bukan juice ya), laris banget. Sempat kosong cukup lama.
Menyempatkan diri melihat sekeliling cafe/resto, sesungguhnya Pakuan Cafe ini lumayan luas dengan banyak sekali meja. Saking banyaknya, posisi peletakan meja nyaris merapat satu sama lain. Jadi kita harus tricky menemukan celah untuk bergerak atau mondar-mandir. Bahkan tamu dengan dua orang saja seperti saya dan suami harus sabar menantikan petugas memposisikan meja agar tidak mengganggu tamu yang berada di sebelah.
Kesibukan, keributan tamu yang mengobrol, dan lalu lintas tamu yang bolak-balik membuat suasana sepagi itu sungguh hiruk-pikuk. Suhu ruanganpun mendadak sesak dan terasa mulai panas. Saya dan suami bersegera menghabiskan santapan dan memutuskan untuk menikmati dessert dan kopi ke function room yang disebutkan petugas tadi. Tentu saja dengan melapor kembali kepada petugas yang berjaga. Saya memohon izin untuk ngopi saja tapi staff yang bertugas tak mempermasalahkan jika saya ingin menikmati sarapan ke-2. Saya tersenyum senang. Pengen sih. Tapi masalahnya lambung saya sudah full tank. Gak cukup untuk menampung sajian lengkap yang ada di depan mata.
Gimana kualitas makanannya? Saya tidak sempat mencoba banyak ya tapi dari yang saya ambil kualitasnya berada di angka rata-rata. Tapi untuk skala hotel bintang empat, sepertinya eL Hotel perlu ada perbaikan. Gak hanya masalah plating yang kedodoran tapi juga kualitas asupan yang setara dengan food court. Bagi, mungkin, sebagian orang, it’s still okay. Tapi jangan lupa kita harus memikirkan biaya yang harus kita bayar karena makan di hotel lumayan pricey. Jadi kita berhak mendapatkan sarapan yang kualitasnya setara dengan harga yang sudah kita gelontorkan.
Hidangan buffet memang tampak menggiurkan tapi jangan lupa tidak semua bisa kita nikmati mengingat kapasitas lambung yang terbatas. Dan bisa jadi asupan yang ditawarkan tidaklah selalu sesuai dengan selera kita.
Di lain pihak, sepertinya perlu juga disampaikan kembali tentang etika sarapan di hotel yang wajib dipahami oleh para tamu. Seperti misalnya berkeliling dahulu sebelum memutuskan untuk mengambil. Kita – para tamu – jadi tahu mana yang ingin kita prioritaskan plus menghindari tindakan membuang-buang masakan yang ternyata tidak/kurang kita sukai. Kemudian ambillah dulu secukupnya supaya kita bisa menghabiskan sebagai tanggung jawab kita. Rinciannya bisa dibaca di tautan yang saya sertakan di bawah ini ya.
Baca Juga : Etika Sarapan di Hotel yang Wajib Kita Ketahui
Hotel Megah dengan Lokasi Terbaik
Satu hal yang membuat suami tertarik mengajak saya menginap di sini adalah tentang lokasinya. Khususnya mendekat ke kawasan Braga yang hingga kini masih menjadi destinasi wisata yang digemari. Jaraknya hanya sekitar 100an meter dari eL Hotel dan nyaman banget untuk digapai sembari berjalan kaki.
Karena kami berkunjung di episode malam mingguan, dah kebayang dong yah gimana padatnya Braga. Tapi saya seneng-seneng aja, Meskipun tumplak bleg dengan lautan manusia, kali itulah pertama saya nikmati Braga dengan nuansa berbeda. Braga tanpa kendaraan lalu lalang dan tanpa parkiran motor di bahu jalan yang sungguh sangat mengganggu keindahan. Dan di saat kunjungan ini Braga terlihat jauh lebih estetik dengan vendor yang berjejer beragam di setiap sudut. Tapi yang pasti sepanjang jalan, kita bisa melihat banyak sekali pilihan jajanan. Mulai dari sekedar camilan hingga makanan berat. Lengkap betul. Untuk cerita di Braga ini akan saya hadirkan dalam tulisan terpisah ya.
Poin penting yang ingin saya sampaikan sih adalah posisi atau lokasi eL Hotel yang begitu akomodatif untuk mencapai Braga. Saya bahkan menghabiskan waktu berjam-jam di Braga dengan segala sajian hiburannya. Jarang-jarang bisa menikmati momen seperti ini. Malam mingguan dengan suami di lokasi yang saya sukai atmosphere nya. Jadi meskipun tenaga seperti terkuras habis, kembali menyentuh kasur kamar kami yang super empuk di eL Hotel membuat saya sangat merekomendasikan hotel ini sebagai hotel megah dengan lokasi terbaik di kota Bandung. Lingkungan sekitar hotel juga nyaman bahkan untuk sekedar olah raga jalan kaki di pagi hari, yang dilakukan oleh suami.
Berada di kawasan yang memiliki banyak bangunan peninggalan Belanda, eL Hotel seyogyanya juga menjadi pilihan spot photography yang apik dan estetik. Nuansa art deco bertebaran baik di dalam hotel maupun di lingkungan sekitarnya. Fasilitas di dalam hotel pun sangat mengakomodir liburan keluarga. Selain mini market yang sudah saya uraikan di atas, eL Hotel juga menyediakan kolam renang yang cukup besar untuk anak-anak, massage, fitness centre, toko accessories dan perhiasan yang cantik-cantik, dll.
Di pagi hari, saat saya memotret berkeliling, keramaian kolam renang begitu (sangat) terasa. Anak-anak jejeritan senang gembira ria, sementara para orang tua sabar menunggu di pinggir kolam sambil makan-makan. Been there. Dulu saya melakukan hal yang sama saat anak-anak masih berusia di bawah sepuluh tahun. Mereka sering saya ajak menginap di hotel dan puncaknya adalah makan enak yang seperti gak ada kenyangnya. Liburan singkat tapi adalah pilihan aktivitas kegembiraan yang sangat mereka sukai.
eL Hotel yang selesai dipugar pada 2017 ini adalah salah satu hotel bersejarah dengan beberapa sisi bangunan lama yang dipertahankan hingga kini. Dari beberapa referensi yang saya baca, pada tahap awal atau pertama berdiri – di 1922 – namanya adalah Hotel Van Hengel. Kemudian berubah menjadi Hotel Panghegar dan berubah kembali menjadi eL Hotel Royale Bandung di 2017. Tapi jika ingin mencari di Google Maps, cukup ketik eL Hotel Bandung ya. Begitupun untuk akun media sosial, semua menggunakan nama eL Hotel sebagai identitas resmi karena memang hotel bintang empat ini berada di bawah manajemen eL Hotel Group.
Yang berencana liburan di Bandung dan menikmati kawasan yang estetik dengan bangunan peninggalan zaman pendudukan Belanda, bisa nih nginep di eL Hotel yang berada di Jl. Merdeka. Apalagi berniat menghabiskan banyak waktu di kawasan Braga sembari memotret banyak sudut dan bangunan art deco, dengan jendela-jendela besar serta kualitas rancang bangun kokoh, yang menjadi ciri khas utama bangunan klasik Eropa termasuk Belanda.