Jakarta, CNN Indonesia —
Bolivia resmi bergabung dengan Afrika Selatan dalam menggugat Israel atas kasus genosida di Jalur Gaza, ke Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ).
Dalam permohonan yang diajukan pada Selasa (8/10), Bolivia menyatakan bahwa negaranya ‘memiliki tanggung jawab untuk mengutuk kejahatan genosida’ yang dilakukan Israel ke Jalur Gaza Palestina.
Menurut Bolivia, genosida Israel hingga kini tak kunjung berhenti dan perintah-perintah ICJ yang telah dikeluarkan selama ini hanya jadi “surat mati” bagi Israel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Bolivia berusaha untuk ikut campur karena menganggap bahwa kami memiliki tanggung jawab untuk mengutuk kejahatan genosida,” demikian isi surat permohonan negara Amerika Selatan itu kepada ICJ, seperti dikutip Al Jazeera.
Bolivia telah memutus hubungannya dengan Israel pada November 2023. Bolivia kini bergabung dengan sederet negara lain yang ikut mendukung Afrika Selatan, di antaranya yakni Kolombia, Libya, Spanyol, Meksiko, Nikaragua, Turki, dan Palestina.
Pada 29 Desember 2023, Afrika Selatan membawa berkas gugatan setebal 84 halaman ke ICJ untuk menuntut Israel atas kasus genosida di Gaza.
Menurut Afsel, aksi-aksi Israel di Gaza merupakan genosida karena Israel berniat menghancurkan rakyat Palestina “secara substansial”. Gugatan Afsel pun mendorong ICJ menggelar sidang perdana pada 11 dan 12 Januari lalu.
Pada Januari, ICJ memutuskan bahwa Israel harus melakukan segala cara untuk mencegah genosida di Gaza dan memastikan penyelidik yang diamanatkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memiliki akses tanpa hambatan untuk datang ke Gaza.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak putusan tersebut dan mengatakan bahwa ICJ “keterlaluan”. Netanyahu menegaskan bahwa Israel akan melanjutkan “perang yang adil.”
Sebulan setelah putusan ICJ, kelompok hak asasi manusia Amnesty International menyatakan bahwa Israel telah gagal mengambil “langkah-langkah minimum” untuk mematuhi perintah ICJ.
Afrika Selatan pun sejak itu membawa lagi masalah ini ke ICJ karena menilai situasi kemanusiaan di Gaza perlu langkah darurat baru.
Pada akhir Mei, ICJ akhirnya memerintahkan Israel untuk segera menghentikan serangannya ke Rafah, wilayah selatan Palestina yang jadi tempat mengungsi jutaan warga saat itu. Sama seperti sebelumnya, perintah ini juga diabaikan Negeri Zionis.
Putusan-putusan ICJ sendiri bersifat final dan tanpa banding. Namun demikian, ICJ tak memiliki kewenangan untuk memaksakan putusan-putusan tersebut.
Agresi Israel di Jalur Gaza hingga kini telah menewaskan lebih dari 42 ribu orang. Mayoritas korban anak-anak dan perempuan.
(blq/dna)